KEBAJIKAN ( De 德 ) - Seorang anak sedang berdebat dengan ibunya.
Ibu : "Jangan menonton film atau main game sebelum kamu belajar. Pikiran kamu tidak akan konsen ke pelajaran. Hanya mikirin film yang baru kamu tonton atau game yang baru kamu mainkan..."
Sang anak menyanggah : "Selama ini saya tidak pernah ketinggalan pelajaran. Selalu naik kelas dengan nilai yang tidak jelek..."
Ibu : "Itulah masalahnya. Ibu tahu kamu itu anak yang pintar, namun seluruh pikiran kamu tidak tercurah sepenuhnya ke pelajaran. Alhasil kamu tidak pernah masuk sepuluh besar. Jauh dari rangking satu..."
Anak : "Saya sudah terbiasa seperti ini. Tolong jangan mengubah kebiasaanku..."
Ibu : "Kamu selalu membenarkan kebiasaan yang tidak benar. Selalu menolak untuk membiasakan diri melakukan sesuatu yang benar. Kamu tidak akan pernah sukses jika selalu berpikiran demikian. Tidak senang jika ditegur dan menganggap dirimu selalu benar..."
Sementara itu terjadi percakapan antara suami isteri saat hendak pergi ke pesta.
Suami : "Isteriku, udah siap belum? Jangan lupa lo, kita harus menjemput Pak Andre. Semalam dia sudah confirm..."
Isteri : "Sabar sebentar yah... Saya sudah mau siap, tinggal mengoleskan lipstik saja..."
Suami : "Iya, agak cepatan... Kita sudah telat lima belas menit. Kasian Pak Andre menunggu terlalu lama..."
Isteri : "Biarin aja mas... Kan sudah biasa kalo teman-teman yang menunggu kita. Yang tidak biasa itu kalo kita yang menunggu mereka..."
Suami : "Pikiran kamu itu salah, sayangku. Justru karena sering terlambat, makanya orang menjuluki kita sebagai jam karet. Istilahnya orang yang tidak tepat waktu, alias tidak disiplin. Bukankah lebih enak jika kita dianggap sebagai orang yang punya komitmen dengan waktu? Lebih baik menunggu daripada ditunggu..."
Isteri : "Loh kok sekarang mas ingin mengubah kebiasaan kita?"
Suami : "Jika ada kebiasaan yang tidak benar, haruslah kita koreksi. Jangan membenarkan kebiasaan yang salah..."
Sobatku yang budiman...
Dua peristiwa di atas sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Banyak orang memiliki perilaku yang tidak benar, namun berulang-ulang dilakukan sehingga menjadi kebiasaan. Lantas menjustifikasi kebiasaan yang salah itu menjadi sebuah kebenaran.
Prinsipnya tidak berbeda jauh dengan saat kita menerima sebuah berita hoax atau tidak benar. Jika kita terus menerus disuguhi berita hoax setiap hari dan dari berbagai sumber, maka lama kelamaan berita hoax itu akan dianggap menjadi sebuah kebenaran. Inilah yang sering dilakukan oleh para penyebar berita hoax. Selalu mengupload berita hoax secara simultan dan kontinu, dengan tujuan dapat memaksa pikiran pembacanya mempercayai berita hoax yang dibuatnya.
Saat kita dihadapkan dengan seseorang yang mengkoreksi kekhilafan kita, silakan cermati dan renungi manfaat dan kebenarannya. Jangan memposisikab diri sebagai manusia berkepala batu, keras kepala dan tidak boleh ditegur.
Jika kita tetap bersikeras dengan kebiasaan yang tidak benar, maka suatu saat kita akan sulit untuk mengubah kebiasaan tersebut. Yang rugi bukan orang lain, melainkan kita sendiri. Salam kebajikan #firmanbossini
Tidak ada komentar:
Write komentar