|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Rabu, 24 Agustus 2016

Untaian Rantai Kasih

 


KEBAJIKAN ( De 德 ) Seorang pria berwajah memelas sedang berjalan menyusuri pinggiran jalan sambil menyepak-nyepakkan batu kerikil di hadapannya. Zuki, seorang suami yang bertanggung jawab sedang mengalami kesulitan hidup. Hatinya diliputi gundah gulana.

Di kejauhan, Zuki melihat seorang wanita lanjut usia sedang berdiri di samping mobilnya. Kepalanya celingak-celinguk seperti sedang mencari seseorang. Beberapa kali lambaian tangannya untuk memberhentikan mobil yang sedang melaju, tidak mendapat tanggapan dari para pengemudi mobil.

Angin bertiup kencang dan petir menyambar-nyambar menandakan hujan bakal turun dengan derasnya. Zuki dapat merasakan bahwa wanita tua itu sedang membutuhkan bantuan orang lain. Dengan langkah cepat dan sedikit berlari-lari, Zuki segera menghampiri wanita itu.

Zuki melemparkan senyumnya, namun wanita yang sudah beruban itu terlihat ketakutan. Mungkin karena melihat wajah Zuki yang berjanggut, berkumis tebal dan ada goresan bekas luka di lengannya.

Dalam hatinya, wanita yang berasal dari keluarga kaya itu merasa, Zuki bukanlah orang baik-baik. Barangkali seorang residivis yang baru keluar dari penjara. Berniat akan merampok dan menganiaya dirinya, menguasai hartanya dan meninggalkan dirinya seorang diri di tepi jalan yang sepi.

Zuki dapat merasakan kegelisahan hati wanita itu...

Zuki berkata lembut : "Nyonya jangan takut. Saya tidak berniat jahat kepada anda. Saya bergegas ke sini untuk membantu anda. Apa yang dapat saya bantu...?"

Wanita tua mulai melunak. Wajahnya tidak lagi tegang dan ketakutan. Dengan menebar senyum terpaksa, sang nyonya menunjuk ke arah bawah, tepatnya ke arah ban mobilnya yang sudah kempes.

Zuki : "Oh... Saya mengerti... Dapatkah nyonya mengeluarkan perkakas alat bengkel. Biarkan saya yang mengganti ban mobil ini...."

Sang nyonya segera mengeluarkan satu tas berisi perkakas untuk mengganti ban. Tangannya sedikit gemetaran, terkena angin yang bertiup kencang.

Zuki berkata : "Silakan nyonya menunggu di dalam mobil. Angin kencang ini tidak baik buat kesehatan nyonya..."

Bagi Zuki, masalah kempes ban merupakan masalah kecil, namun tidak demikian bagi seorang wanita. Tenaga mereka tidak cukup kuat untuk memutar baut yang terpasang sangat kuat di bagian roda mobil.

Zuki merangkak ke bawah mobil, mencari tumpuan tanah keras untuk memasang dongkrak. Baju yang basah karena keringat seketika menjadi kotor ketika dia berbaring di atas tanah. Saat mendongkrak, beberapa kali jari-jari tangannya membentur tanah dan tergores oleh batu sehingga menimbulkan luka lecet yang lumayan dalam.

Untunglah berkat kepiawaiannya dalam menguasai seni perbengkelan yang disediakan perusahaan, akhirnya Zuki berhasil menyelesaikan tugas mengganti ban dalam waktu singkat.

Saat Zuki sudah melepaskan dongkrak dan mulai mengencangkan baut-baut roda, sang nyonya menurunkan kaca mobil depan.

Sang nyonya : "Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih atas bantuan ini. Jika bapak tadi mengabaikan diriku, saya tidak dapat membayangkan hal buruk apa yang bakal menimpaku..."

Zuki mendongakkan kepalanya lalu tersenyum. Sebagian besar wajahnya penuh dengan kotoran hitam bekas tanah. Setelah memasukkan ban yang kempes ke dalam bagasi mobil, Zuki mengambil sebuah botol minum dari tas ranselnya. Membasuh muka, badan dan anggota tubuhnya yang belepotan terkena kotoran. Setelah merasa cukup bersih, akhirnya Zuki memohon izin untuk melanjutkan perjalanannya.

Sang nyonya : "Sekali lagi saya mengucapkan terima kasih atas bantuan Anda. Mohon ambil amplop ini..."

Sang nyonya menyerahkan sebuah amplop yang berisi uang, namun ditolak dengan halus oleh Zuki.

Zuki : "Maaf nyonya... Saya membantu dengan ikhlas. Saya tidak pernah mengharapkan imbalan saat menolong orang lain...."

Sang nyonya : "Ini hanya sekadar ucapan terima kasih... Tidak ada maksud apa-apa..."

Zuki : "Sekali lagi maaf nyonya... Saya tidak dapat menerima imbalan ini. Pertolonganku menjadi tidak bermakna lagi jika saya menukarnya dengan imbalan uang. Seandainya nyonya ingin membalas kebaikan saya, berilah bantuan kepada mereka yang sedang memerlukan bantuan..."

Zuki tidak pernah berpikir untuk mendapat bayaran. Dia menolong orang lain dengan tulus dan tanpa pamrih. Walaupun sedang dalam kesulitan keuangan, tidak pernah terbersit dalam pikirannya ingin membarter bantuannya dengan imbalan uang.

Zuki menambahkan, "Saya memohon, janganlah kebaikan ini terputus sampai di tangan nyonya. Buatlah menjadi seuntai rantai kasih yang indah dan tiada berputus. Ingatlah pesan saya...."

Zuki menunggu hingga sang nyonya menyalakan mobilnya dan berlalu dari pandangannya. Hari ini dingin sekali dan pikirannya sedang kalut karena memikirkan masalah keluarganya, namun hati Zuki merasa nyaman setelah menolong wanita tua yang belum dikenal sebelumnya. Zuki ingin segera pulang ke rumah dengan mempercepat langkah.

Di dalam mobil, sang nyonya merenungkan apa yang barusan dialaminya. Seorang pemuda yang berpenampilan kumal dan sedikit menakutkan ternyata adalah pahlawan bagi dirinya. Bukan itu saja, inilah pertama kalinya ada orang yang menolak pemberian uangnya.

Setelah mengendarai mobil, beberapa kilometer ke depan, sang nyonya merasa kelaparan. Beliau berusaha mencari warung makan atau kafe untuk melepas lelah dan menuntaskan rasa lapar di perut. Gerimis mulai turun membasahi bumi.

Sang nyonya melihat sebuah warung kecil yang sangat sederhana. Beratapkan rumbia dan berdindingkan bambu. Walaupun terlihat sederhana, namun lantainya bersih dan mejanya tiada berdebu. Terlihat sekali bahwa sang pemilik sangat peduli dengan kebersihan warungnya.

Saat memasuki warung tersebut, seorang wanita muda menyambutnya dengan hangat, membawakan sehelai handuk bersih untuk mengeringkan rambut sang nyonya yang basah kuyup terkena air hujan.

Wanita muda itu memperlakukan sang nyonya dengan sangat baik. Walaupun terlihat kelelahan, namun wanita muda itu tetap menebar senyum manisnya.

Sang nyonya melihat, wanita pemilik warung itu sedang hamil besar. Berat badan yang berlebihan karena harus menggendong buah hatinya di dalam perut, wanita itu tidak terlihat kesulitan dalam beraktivitas.

Sang nyonya : "Kamu sedang hamil besar, mengapa tidak pergi beristirahat...?"

Pemilik warung : "Walaupun sedikit lelah, namun saya ingin membantu suami saya mencari nafkah. Saya merasa sedih jika suamiku pulang dengan tangan hampa...."

Sang nyonya terdiam mendengar jawaban yang polos itu. Pikirannya terbang sejenak ke belakang, mengingat kejadian yang baru saja dialaminya. Bayangan seorang pria yang baik hati dan seorang wanita yang ikhlas bekerja membantu perekonomian keluarga.

Setelah nyonya kaya itu melahap makanannya hingga tiada bersisa, lantas beliau meletakkan bungkusan amplop yang tadinya hendak diberikan kepada Zuki. Hal ini dilakukan diam-diam di saat pemilik warung pergi ke belakang.

Pemilik warung yang sebentar lagi akan melahirkan puteri pertamanya, kelihatan bingung melihat tamunya sudah pulang.

Di atas meja, di samping piring, dia melihat sebuah kertas yang bertuliskan : "Mohon maaf karena saya harus meninggalkan warung ini dengan tergesa-gesa. Saya sangat senang dengan perlakuan istimewa dari anda. Hari ini saya telah berjumpa dengan dua orang yang sangat baik. Engkau tidak berutang apa-apa kepada saya, namun saya meletakkan amplop ini untuk kamu gunakan sebagai biaya persalinan. Barusan saya juga ditolong oleh seseorang. Jika engkau ingin membalas kebaikan saya, tetaplah berlaku baik kepada orang lain. Berilah bantuan kepada siapapun yang memerlukannya. Jangan biarkan rantai kasih ini berhenti di tanganmu."

Di bawah handuk, terdapat sebuah ampolop tebal, berisikan tiga puluh lembar uang seratus ribuan. Wanita pemilik warung terperangah melihat begitu banyak uang yang diberikan tamu yang tidak dikenalnya. Setetes air mata haru mengalir dari pelupuk matanya.

Saat malam, sang suami pulang ke rumah dengan wajah lesu dan pakaian basah karena kehujanan. Wanita muda ini menyambut kepulangan sang suami dengan penuh sukacita.

Sang isteri : "Suamiku... Sebuah mujizat telah hadir dalam kehidupan kita. Saya yakin permohonan kamu untuk meminjam uang di perusahaanmu pasti ditolak. Saya dapat melihat dari raut wajahmu yang sedih. Baru saja seseorang yang tidak saya kenal, meletakkan amplop berisi uang tiga juta rupiah, nilai yang sama persis dengan yang hendak kamu pinjam..."

Sang suami : "Benarkah isteriku...? Saya merasa senang sekali, akhirnya Tuhan mengabulkan permintaanku... Sepanjang jalan pulang, saya terus menerus memohon keajaiban agar kamu dapat menjalani proses persalinan dengan baik... Namun, siapakah dia...?"

Sang isteri : "Seorang wanita tua, berambut uban dan mengendarai mobil sendirian. Beliau tidak banyak bicara, namun saya tahu dia adalah seorang yang baik..."

Sang suami : "Apakah mobilnya berwarna hitam dan ada tulisan ANGEL di pintu depannya...?"

Sang isteri : "Benar sekali... Warna mobilnya hitam... Apakah bang Zuki mengenalnya...?"

Sang suami menggelengkan kepalanya. Hanya di dalam hatinya, terucap kalimat : "Saya sungguh tidak menyangka, perbuatan baikku, begitu cepat menghasilkan buah yang ranum dan manis.... Terima kasih Tuhan..."

Sobatku yang budiman...

Orang baik itu seperti bintang di langit. Kita tidak selalu dapat melihatnya, namun kita tahu mereka selalu ada bersama kita dan setiap saat dapat memberikan bantuan kepada siapapun yang membutuhkan.

Kebaikan yang kita terima itu bagaikan sebuah rantai kasih yang akan terus bergulir, jika kita meneruskan berbuat kebaikan kepada orang lain. Dan tidak membiarkannya berhenti sampai di tangan kita.

Orang kaya itu bukanlah orang yang memiliki harta melimpah, namun orang yang benar-benar kaya adalah orang yang gemar memberi bantuan kepada orang lain. Jangan berpikir tentang benda apa atau nominal uang yang akan diberikan, namun bentuk perhatian sederhana dan sebuah senyuman akan berarti bagi mereka yang sedang kesusahan.

Ketika seseorang melakukan kebaikan dengan tulus dan tanpa pamrih, maka Tuhan akan memberinya jalan kemudahan dan sebuah pohon kehidupan. Kapan dan dimana buah akan dipanen, tidak ada seorangpun yang tahu. .

Hidup tidak akan pernah sulit apabila kita mau saling berbagi. Lanjutkan rantai kasih ini, dan jangan berpikir tentang imbalan yang akan kita terima. Sebab Tuhan tahu siapa yang pantas menerima berkah karunia dan anugerah-Nya. Salam kebajikan #firmanbossini

Tidak ada komentar:
Write komentar