|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Jumat, 05 Desember 2014

Cara Mendidik Anak Keluarga Jepang

 


KEBAJIKAN ( De 德 )Sebuah taman bermain di Jepang sedang direnovasi. Di samping taman itu tergantung sebilah papan bertuliskan : BAHAYA! Harap jangan naik. Kebetulan pada saat itu, seorang bocah laki-laki sekitar 4 tahun hendak naik ke atas sebuah peluncuran (untuk bermain anak-anak). 

Melihat gelagat itu, ibu sang bocah melarang keras anaknya. Kemudian ibu si bocah menyuruh anaknya itu membaca tulisan yang tertera di atas papan peringatan. Di bawah desakan ibunya, dengan suara keras sang bocah membaca keterangan tulisan itu "Jangan memanjat". Setelah selesai membaca keterangan itu, anak itu pun menyerah dan pergi bersama ibunya.

Bangsa Jepang memiliki metode sendiri dalam mendidik anak-anak mereka, sebuah aturan di rumah (keluarga) yang dibuat oleh seorang ibu untuk anak-anaknya, dan rasanya layak dijadikan sebagai referensi.
 

1.  Anda harus memberi salam (menyapa) terlebih dahulu terhadap orang yang dijumpai, harus mengucapkan ucapkan terima kasih secara lisan atau tertulis saat menerima kebaikan atau bantuan apa pun dari orang lain, dan sebaliknya jika melakukan suatu kesalahan atau merepotkan orang lain, sebaiknya langsung meminta maaf saat itu.
Cara menyapa bangsa Jepang saat bertemu dengan seseorang adalah dengan membungkukkan badan. Dan sekadar diketahui, jangan anggap sepele memberi hormat atau salam dengan cara membungkukkan badan ini, ketika pinggang ini benar-benar bisa menekuk ke bawah, dan dengan tekukan yang tulus, maka rasa hormatnya itu pun akan terasa.

Saat menyapa, selain gerakan membungkuk dan tutur kata, ekspresi pada mata juga sangat penting, tatap lawan bicara Anda sebelum membungkukkan badan, dan saat berdiri juga sekali lagi harus menatap lawan bicara Anda, ini adalah tata cara menyapa atau memberi salam pada seseorang di Jepang.

Bangsa Jepang sangat mengutamakan tata krama, jika setiap kepala keluarga bersikap atau memberi teladan seperti ini, maka dengan sendirinya anak-anak juga akan bersikap demikian, dan tidak perlu "memaksa" .

Di Jepang, setelah menerima pemberian (budi) dari orang lain, bukan saja harus mengucapkan terima kasih tapi harus segera membalasnya. Saat bertamu ke rumah teman, umumnya akan membawa sedikit oleh-oleh, sementara saat hendak pamit pihak tuan rumah juga akan menyiapkan bingkisan kecil untuk tamu, hal ini sebagai bentuk balasan hormat.

Ada pun mengenai permintaan maaf, adalah hal yang wajar jika kita melakukan kesalahan secara tak disengaja. Namun, setelah kita merugikan atau merepotkan orang lain sebaiknya segera meminta maaf adalah salah satu norma dasar sebagai manusia sejati, saat mendidik anak-anak, para ibu bangsa Jepang sangat ketat dalam hal "menyapa (memberi salam)", "ucapan terima kasih" dan "permintaan maaf" kepada orang lain.
 

2. Di tempat umum (kecuali tempat yang bisa untuk bermain bebas) volume suara sebaiknya jangan sampai terdengar orang ketiga.

Terkait masalah nada suara saat berada di tempat umum juga merupakan tuntutan sekolah dasar terhadap pelajar di Jepang. Bagi anak-anak, hal ini tidak mudah memang, karena saat bermain bersama, anak-anak pasti akan lupa, karena itu, bagi para ibu harus selalu mengingatkan. 

Seorang ibu Jepang menceritakan : "Ketika berada di restoran untuk makan, beberapa siswi SMP bercanda sambil tertawa keras, sehingga membuat orang-orang yang berada di dalam restoran merasa sangat tidak nyaman. Mungkin karena takut menyinggung perasan tamu, pelayan restoran tidak menegur mereka. Namun, tiba-tiba terdengar suara lantang "keterlaluan" bak halilintar di siang bolong menggelegar menggema di dalam restoran, beberapa siswi seketika terduduk diam tak bersuara, tak lama kemudian tidak lagi terdengar suara apa pun. Dan secara diam-diam, kami sekeluarga bertepuk tangan untuk orangtua yang duduk di sebelah kami itu."
 

3. Sesuatu yang tidak ingin diceritakan kepada ayah, bisa diceritakan kepada ibu ; sebaliknya, jika tidak ingin menceritakan kepada ibu, bisa diceritakan kepada ayah. Namun, jangan sampai keduanya (orangtua) tidak diberitahu sama sekali.
Ada kalanya anak-anak akan mengalami hal yang mengerikan baginya, dan karena takut, jadi tidak tahu harus diceritakan kepada siapa. Ibu Jepang ini membayangkan masa lalunya, ketika berjalan-jalan pada musim semi saat masih duduk di bangku SD, ia pernah dipeluk erat oleh seorang pria tua dan menciumnya, saat itu, oleh karena merasa malu dan panik, ia tidak tahu harus menceritakan kepada siapa, sehingga menyisakan bayang-bayang kelam dalam jiwanya selama beberapa tahun.

Demikian juga halnya dengan anak-anak sekarang, kemungkinan akan mengalami pelecehan, bagi anak-anak yang introvert, sebagian besar lebih suka menyimpan perasaan dan pikirannya di dalam hati, hal ini mungkin akan menjadi bekas luka yang membelenggunya selamanya, dan akan berdampak pada pertumbuhannya.

Bagi para orangtua sebaiknya membiarkan anak-anak itu tahu : tidak peduli apakah itu ayah atau ibu, selamanya mereka (ayah/ibu) adalah sosok orang yang paling dekat dan dapat dipercaya, rasa sakit di relung hati, tidak perlu kamu (anak-anak) rasakan sendiri perihnya. Beberapa masalah mungkin juga baru pertama kali dialami oleh ayah atau ibu, jadi kemungkinan tidak bisa menyelesaikannya secara memuaskan, namun dengan adanya beban yang dipikul bersama ayah/ibu, jelas jauh lebih baik daripada anak-anak sendiri yang menanggungnya.
 

4. Tidak boleh bohong dan berbohong pada orang lain, jika tidak, Anda akan kehilangan kepercayaan yang paling berharga dari keluarga, kerabat atau teman-teman, yang akan membuat Anda menyesal seumur hidup.

Kelima. Setiap makanan dan sesuatu benda itu memiliki kehidupan, tidak boleh ingin makan apa saja terus disantap maupun dibuang begitu saja.

Mayoritas bangsa Jepang menganut kepercayaan Buddha, menurut keyakinan mereka makanan itu juga memilikji jiwa. Di Jepang, saat sebelum makan, tangan semua orang harus menyusun jari sepuluh, dan berkata "Saya ingin mulai makan". Dan seusai makan, sekali lagi kedua tangan kembali menyusun sepuluh jari sambil berkata "saya sudah selesai makan". 

Sebenarnya, ucapan "saya sudah makan" memiliki makna yang lebih dalam, yaitu makanan yang terhidang di depan mata telah mengorbankan jiwanya sendiri untuk dpersembahkan kepada manusia, jadi sebelum makan, sebaiknya ungkapkan rasa terima kasih kepadanya, dan tidak boleh disia-siakan sedikitpun makanan itu, harus disantap hingga bersih.

Keenam. Setiap orang itu tidak sama meski nama dan rupanya sama, jadi tidak perlu dibanding-bandingkan dengan orang lain.

Para ibu bangsa Jepang pada dasarnya tidak akan membanding-bandingkan anggota keluarga sendiri dengan anggota keluarga lain, bagaimana hebatnya talenta anak orang lain itu, anak-anak dalam keluarga selalu tampak tenang dan biasa saja, tidak pernah merasa iri pada orang lain. 

Karena anak-anak itu milik ibu, yang unik di dunia ini, ibu mencintai setiap anak tanpa syarat. Karena setiap orang itu berbeda, maka dunia ini baru menarik dan hidup baru bisa penuh dengan warna. Salam kebajikan (efochtimes)

Tidak ada komentar:
Write komentar